Pendidikan pada hakekatnya adalah membangun karakter yang luhur dan atau mulia. Sementara itu bahwa mendidik anak agar berkarakter, di mana dan kapan saja tidak mudah, dan lebih-lebih manakala
berada di masyarakat yang sedang menderita problim karakter. Pendidikan
selalu melibatkan berbagi unsur, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat. Anak-anak di lingkungan sekolah diberikan pendidikan sebaik-baiknya, akan tetapi manakala di keluarga dan masyarakat terbangun nilai-nilai yang bertolak belakang dari pendidikan di sekolah, maka usaha itu tidak akan menghasilkan apa-apa.
Pengaruh
lingkungan dalam pendidikan luar biasa besarnya. Mendidik anak-anak
nelayan agar mereka memiliki sikap dan nilai yang sesuai dengan
kehidupan nelayan akan mudah. Berbeda dengan itu adalah mendidik anak
agar berkarakter petani di tengah-tengah masyarakat nelayan akan
mengalami kesulitan. Hal serupa adalah mengajar Bahasa Asing di tengah-tengah masyarakat yang sehari-hari tidak menggunakan bahasa asing akan sulit berhasil. Pelajaran Bahasa Inggris di banyak sekolah dan bahkan di perguruan tinggi tidak sepenuhnya berhasil oleh karena masyarakatnya tidak menggunakan bahasa Inggris..
Mendidik agar anak-anak mengembangkan sifat toleran, kesetiakawanan, menghargai orang lain di tengah-tengah masyarakat yang suka konflik, saling menjatuhkan, bidik membidik, ancam mengancam dan seterusnya, tentu akan sangat sulit. Begitu pula, yang dialami oleh para pendidik pada saat ini, adalah sangat sulit memberikan pendidikan anti korupsi kepada para siswanya di tengah-tengah masyarakat yang sehari-hari terdengar melakukan korupsi. Menjelaskan tentang buruknya perilaku korup di tengah-tengah masyarakat yang diwarnai oleh suasana korup adalah tidah mudah.
Masih terkait dengan sulitnya pendidikan karakter, yaitu misalnya agar para siswa berperilaku jujur dan atau tidak berbohong sementara di sekolah sendiri sehari-hari
ketidak-jujuran itu dilakukan secara terang-terangan. Pada saat ujian
nasional, ------- siapapun tahu, bahwa para guru ditengarai tidak mampu
berbuat jujur, sehingga tidak sepenuhnya dipercaya. Akhirnya hanya sekedar pengawas ujian harus mendatangkan tenaga dari perguruan tinggi. Kehadiran tenaga dari perguruan tinggi yang hanya sekedar menjadi pengawas ujian, akan diketahui oleh para siswa bahwa guru-gurunya sudah tidak bisa dipercayaya. Mungkin akibat lebih jauh, anak-anak juga menjadi tahu bahwa jabatan sebagai guru boleh dilqkukqn oleh orang yang tidak bisa dipercaya.
Kehadiran
para pengawas dari perguruan tinggi ternyata juga tidak sepenuhnya
berhasil menjadikan ujian dilaksanakan secara jujur. Dalam pelaksanaan
ujian masih banyak terdengar adanya penyimpangan, baik yang dilakukan
oleh kepala sekolah, guru, maupun oleh para siswa sendiri.
Saya ketika kebetulan ikut memantau pelaksanaan ujian nasional
mendapati kunci-kunci jawaban yang dimiliki oleh para siswa yang
disimpan di HP masing-masing. Apakah kunci jawaban itu benar atau sebaliknya, yaitu palsu, adalah menggambarkan bahwa dalam pelaksanaan
ujian itu diwarnai oleh suasana yang tidak sehat, yaitu saling tidak
percaya dan bahkan seorang guru yang seharusnya menyandang pribadi yang bisa dipercaya ternyata masih diragukan kejujurannya.
Menjadikan para siswa dalam posisi kurang dipercaya rupanya belum dianggap sebagai suatu yang keliru. Maka, agar ujian nasional yang soalnya berbentuk pilihan ganda itu akan dibuat hingga 20 jenis. Bermacam jenis soal itu harus dibuat untuk menghindari agar
para siswa tidak ada yang bisa menyontek. Demikian pula, para kepala
sekolah dan guru menjadi bertekuk lutut dalam arti sudah tidak bisa lagi
menyusun strategi untuk meningkatkan tingkat kelulusan para siswanya. Padahal. seberat dan serumit apapun strategi yang dibuat, manakala seseorang masih memiliki niat untuk melakukan manipulasi, ia tidak akan pernah kehabisan akal. Manipulasi itu masih bisa dilakukan oleh mereka yang berkepentingan.
Proses-proses pendidikan sebagaimana digambarkan tersebut menunjukkan bahwa sementara
ini apa yang disebut sebagai pendidikan karakter belum kelihatan.
Bahkan mungkin, maknanya sendiri masih belum begitu jelas bagi semua
pihak. Mestinya, apa saja yang menjadikan para siswa tidak tidak bisa
dipercaya, dan demikian pula halnya terhadap guru,
kepala sekolah dan lain-lain, harus dihentikan. Kepala sekolah, guru
harus dipercaya sepenuhnya oleh semuanya, termasuk oleh pemerintah.
Di lembaga pendidikan tidak boleh ada praktek-praktek manipulasi, kebohongan dan kepalsuan. Sebab karakter yang paling buruk adalah berbentuk kebohongan dan sejenisnya itu. Di lembaga pendidikan pada level apa pun harus dikembangkan suasana saling percaya mempercayai, saling menghargai, mencintai, dan saling bekerjasama untuk membangun kehidupan bersama. Manakala hal-hal tersebut itu tidak dikembangkan maka pendidikan karakter tidak akan berhasil, apalagi berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang memiliki problem karakter. Wallahu a’lam.
http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3539:pendidikan-karakter-di-tengah-problem-karakter&catid=25:artikel-rektor |
Teori Rekonstruksi by: Ame Suzako
No comments:
Post a Comment