Chart Live

Lima Syarat Agar Kudeta Berhasil

Menurut pengamat politik Gun Gun Heryanto, isu yang dilontarkan sejumlah elit dari Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) terkait hal itu hanya konsumsi elit belaka. “Tidak ada persinggungan dengan masyarakat akar rumput sama sekali,” ujar pengamat dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Isu kudeta yang bergulir sekitar satu bulan terakhir ini, menurutnya, merupakan buntut dari isu yang digulirkan lingkaran Istana. Kemudian menggelinding bak bola salju dan ditanggapi banyak kalangan di Indonesia.

Namun bagi Guru Besar Politik dari Universitas Indonesia Iberamsjah, gerakan dari sejumlah tokoh sipil tersebut masih sebatas kekuatan moral untuk menegur pemerintahan SBY yang dianggap tidak lagi amanah. Bahkan dianggap gagal menjalankan perannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Dari sini, kemudian muncul aksi-aksi. Tapi pemerintahan SBY cenderung berlebihan dalam merespons. 'Kudeta' yang disebut-sebut hanya bentuk kecemasan seorang pemimpin menanggapi kritik yang ditujukan kepada dirinya.

Dari sinilah sebenarnya isu kudeta marak diperbincangkan. Mengacu pada negara lain, setidaknya ada lima kriteria gerakan mengganti pemerintahan dengan cara paksa itu bisa terjadi:

1. Adanya musuh bersama
Menurut Gun, jika isu yang digulirkan masih terbatas pada kalangan tertentu saja, misalnya kalangan elit politik atau akademik tertentu, kudeta mustahil bisa dilakukan.

Iberamsjah menyebutnya sebagai semangat bersama (spirit). Sebuah kekuatan politik tanpa disokong spirit untuk menumbangkan rezim diktator, mustahil bisa dilakukan.

2. Friksi di tubuh militer
Sepanjang tentara masih sangat solid, kata Gun, mustahil kudeta bisa dilakukan. Beberapa pengalaman negara membuktikan kudeta dipimpin oleh tentara.

3. Kekuatan politik
Iberamsjah memaparkan, kekuatan politik ini tak hanya berupa kekuatan angkatan bersenjata, tetapi juga bisa kekuatan buruh dan tani. Intinya, kesamaan ideologi menjadi penyokong utama keberlangsungan gerakan kudeta.

4. Mistifikasi isu oleh tokoh
Gun mengingatkan pada peristiwa Reformasi yang menumbangkan Soeharto dari kursi presiden setelah 32 tahun berkuasa. Saat itu ada empat tokoh pemersatu yang tergabung dalam Kelompok Ciganjur: Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Amien Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Mereka meneruskan ide-ide perjuangan mahasiswa.

5. Infiltrasi asing
Pengaruh asing tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pelbagai kasus kudeta, seperti terjadi di Timur Tengah belakangan ini. Kerap kali, atas nama demokrasi, Amerika dan Eropa menjungkalkan rezim yang berkuasa karena perbedaan pandangan (ideologi). “Terlebih, karena tidak mewakili kepentingan asing tersebut,” ujarnya.

Bahkan Iberamsjah menyebutkan, gerakan Reformasi 1998 tadi, tidak sepenuhnya bebas dari campur tangan asing. Aroma itu terendus ketika kebijakan rezim Soeharto tidak lagi mewakili kepentingan asing di Indonesia. “Ada pengaruh asing di sana. Memang tidak kasat mata, tapi ada,” terang Iberamsjah.

Sementara pengalaman “Revolusi Mesir” yang bermula dari propaganda media sosial yang menyebarkan pentingnya kebebasan bagi warga Mesir dari pemerintahan diktator Hosni Mubarak. Untuk kasus ini, Gun menegaskan, dorongan lewat media sosial itu untuk menghidupkan semangat kebersamaan atau “kekitaan”. “Di balik peristiwa ini ada kekuatan militer yang berseteru satu sama lain,” katanya. (id.yahoo.com)


Ame Suzako

No comments:

Post a Comment