Chart Live

Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak 2

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Jika ilmu akhlak atau pendidikan akhlak tersebut diperhatikan dengan seksama
akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas
10Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Darur Riyan, 1987), Jilid. III, h. 58.
11Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Darul Ma’arif, 1972), h. 202.
12Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam..., h. 274.
14
tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah
perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu
akhlak juga dapat disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada
perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong kepada perbuatan
baik atau buruk.
Adapun perbuatan manusia yang dimasukkan perbuatan akhlak yaitu:
1. Perbuatan yang timbul dari seseorang yang melakukannya dengan sengaja,
dan dia sadar di waktu dia melakukannya. Inilah yang disebut perbuatanperbuatan
yang dikehendaki atau perbuatan yang disadari.
2. Perbuatan-perbuatan yang timbul dari seseorang yang tiada dengan
kehendak dan tidak sadar di waktu dia berbuat. Tetapi dapat diikhtiarkan
perjuangannya, untuk berbuat atau tidak berbuat di waktu dia sadar. Inilah
yang disebut perbuatan-perbuatan samar yang ikhtiari.13
Dalam menempatkan suatu perbuatan bahwa ia lahir dengan kehendak dan
disengaja hingga dapat dinilai baik atau buruk ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan:
1. Situasi yang memungkinkan adanya pilihan (bukan karena adanya
paksaan), adanya kemauan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan
sengaja.
2. Tahu apa yang dilakukan, yaitu mengenai nilai-nilai baik-buruknya.
Suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk manakala memenuhi syaratsyarat
di atas. Kesengajaan merupakan dasar penilaian terhadap tindakan
seseorang. Dalam Islam faktor kesengajaan merupakan penentu dalam
menetapkan nilai tingkah laku atau tindakan seseorang. Seseorang mungkin tak
berdosa karena ia melanggar syari’at, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah
menurut ajaran Islam, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
  
   
    
   
   
13Rahmat Djatnika, Sitem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka, 1987), Cet. I,
h. 44.
15
  
 
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul.
(QS al-Isra [17]: 15)
Pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan
manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriteria apakah baik atau
buruk. Dengan demikian ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan
norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Jika perbuatan tersebut dikatakan baik atau buruk, maka ukuran yang harus
digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya jika dikatakan sesuatu itu benar
atau salah maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau fikiran.
Melihat keterangan di atas, bahwa ruang lingkup pendidikan akhlak ialah
segala perbuatan manusia yang timbul dari orang yang melaksanakan dengan
sadar dan disengaja serta ia mengetahui waktu melakukannya akan akibat dari
yang diperbuatnya. Demikian pula perbuatan yang tidak dengan kehendak, tetapi
dapat diikhtiarkan penjagajaannya pada waktu sadar.
C. Dasar Pendidikan Akhlak
Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran yang ada
dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan pendidikan akhlak.
Adapun yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadits,
dengan kata lain dasar-dasar yang lain senantiasa dikembalikan kepada al-Qur’an
dan al-Hadits. Di antara ayat al-Qur’an yang menjadi dasar pendidikan akhlak
adalah, seperti ayat di bawah ini:
  
 
  
  
    
   
16
   
     
    
 
Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Luqman [31]: 17–18 )
Mengingat kebenaran al-Qur’an dan al-Hadits adalah mutlak, maka setiap
ajaran yang sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits harus dilaksanakan dan apabila
bertentangan maka harus ditinggalkan. Dengan demikian berpegang teguh kepada
al-Qur’an dan sunnah Nabi akan menjamin seseorang terhindar dari kesesatan.
Sebagaimana hadits Rasul yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
˴΃ ˸Χ ˴Β ˴ή ˴ϧ ˴΃ Ύ ˵Α ˸Ϯ ˴Α ˸Ϝ ˶ή ˸Α ˶Ϧ ˶΍ ˸γ ˴Τ ˶ϕΎ ˸ϟ΍ ˴ϔ ˶Ϙ ˸ϴ ˶Ϫ ˴΃ ˸ϧ ˴Β ˴΄ ˴ϧ ˵ϣ Ύ ˴Τ ͉Ϥ ˶Ϊ ˸Α ˶Ϧ ˶ϋ ˸ϴ ˴δ ˸Α ϰ ˶Ϧ ͉δϟ΍ ˸Ϝ ˶ή ˸ϟ΍ ˴Ϯ ˶γ΍ ˶τ ˴Λ ϰ ˴Ϩ Ύ
˴Ω ˵ϭ΍ ˶Ω ˸Α ˶Ϧ ˵ϋ ˴Ϥ ˶ή ˴ϭ ͉πϟ΍ ˶Β ˴Λ ϰ ˴Ϩ ˴λ Ύ ˶ϟΎ ˶΢ ˸Α ˶Ϧ ˵ϣ ˸Ϯ ˴γ ͉τϟ΍ ϰ ˴Ϡ ˶Τ ˴ϋ ϰ ˸Ϧ ˴ϋ ˸Β ˶Ϊ ˸ϟ΍ ˴ό ˶ΰ ˸ϳ ˶ΰ ˸Α ˶Ϧ ˴έ ˶ϓ ˸ϴ ˶ϊ ˴ϋ ˶Ϧ
˸Α΍ ˶Ϧ ˴λ ˶ϟΎ ˳΢ ˴ϋ ˸Ϧ ˴΍ ˶Α ˸ϰ ˵ϫ ˴ή ˸ϳ ˴ή ˴Γ ˴έ ˶ο ˴ϰ ˵Ϳ΍ ˴ϋ ˸Ϩ ˵Ϫ ˴ϗ ˴ϝΎ ˴ϗ ˴ϝΎ ˴έ ˵γ ˸Ϯ ˴ϝ ˶Ϳ΍ ˴λ ͉Ϡ ˵Ϳ΍ ϰ ˴ϋ ˴Ϡ ˸ϴ ˶Ϫ
˴ϭ ˴γ ͉Ϡ ˴Ϣ ˸Ϊ˴ϗ ˸ϲ˷˶ϧ˶΍ ˴Η ˴ή ˸ϛ ˵Ζ ˶ϓ ˸ϴ ˵Ϝ ˸Ϣ ˴η ˸ϴ ˴Ό ˸ϴ ˶Ϧ ˴ϟ ˸Ϧ ˴Η ˶π͊Ϡ ˸Ϯ ΍ Ύ˴Ϥ˵ϫ˴Ϊ˸ό˴Α ˶ϛ ˴Θ ˴ΏΎ ˶Ϳ΍ ˴ϭ ˵γ ͉Ϩ ϰ˶Θ ΍͉Ω˴ή˵ϳ ˸Ϧ˴ϟ˴ϭ
˶ν˸Ϯ˴Τ˸ϟ΍ ˴ϰϠ˴ϋ ϢϛΎΤϟ΍ ϩ΍ϭέ 14
Dikabarkan dari Abu Bakar bin Ishak al-Fakih diceritakan dari Muhammad
bin Isa bin Sakr al-Washiti diceritakan dari Umar dan Dhabi diceritakan dari
shalih bin Musa ath-Thalahi dari Abdul Aziz bin Rafi dari putra Shalih dari
Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulallah SAW bersabda: Aku tinggalkan pada
kalian dua (pusaka), kamu tidak akan tersesat setelah (berpegang) pada
keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahKu dan tidak akan tertolak oleh
haudh. (HR Hakim)
Sebagaimana telah disebutkan bahwa selain al-Qur’an, yang menjadi sumber
pendidikan akhlak adalah hadits. Hadits adalah segala sesuatu yang yang
14Imam Hakim, Mustadrak ‘alash Shahihain, (Beirut: Dar al-Kutb ak-‘Arabi, tt), Juz. I, h.
93.
17
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
pernyataan (taqrir) dan sebagainya. Ibn Taimiyah memberikan batasan, bahwa
yang dimaksud hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Rasulallah SAW
sesudah beliau diangkat menjadi Rasul, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, dan
taqrir. Dengan demikian, maka sesuatu yang disandarkan kepada beliau sebelum
beliau menjadi Rasul, bukanlah hadits. Hadits memiliki nilai yang tinggi setelah
al-Qur’an, banyak ayat al-Qur’an yang mengemukakan tentang kedudukan Nabi
Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Oleh karena itu, mengikuti jejak Rasulallah
SAW sangatlah besar pengaruhnya dalam pembentukan pribadi dan watak sebagai
seorang muslim sejati.
Dari ayat serta hadits tersebut di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta
pendidikan akhlak mulia yang harus diteladani agar menjadi manusia yang hidup
sesuai dengan tuntutan syari’at, yang bertujuan untuk kemashlahatan serta
kebahagiaan umat manusia. Sesungguhnya Rasulallah SAW adalah contoh serta
teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak
yang sangat mulia kepada umatnya. Sebaik-baik manusia adalah yang paling
mulia akhlaknya dan manusia yang paling sempurna adalah yang memiliki akhlak
al-karimah. Karena akhlak al-karimah merupakan cerminan dari iman yang
sempurna.

Maszanet.blogspot.com
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM AL-QUR.AN
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)
 

No comments:

Post a Comment