Mengenai tujuan pendidikan akhlak:
Secara umum ada dua pandangan teoritis mengenai tujuan pendidikan,
masing-masing dengan tingkat keragamannya tersendiri. Pandangan teoritis
yang pertama beorientasi kemasyarakatan, yaitu pandangan yang menganggap
pendidikan sebagai sarana utama dalam menciptakan rakyat yang baik.
Pandangan teoritis yang kedua lebih berorientasi kepada individu, yang lebih
memfokuskan diri pada kebutuhan, daya tampung dan minat pelajar.15
Berangkat dari asumsi bahwa manusia adalah hewan yang bermasyarakat
(social animal) dan ilmu pengetahuan pada dasarnya dibina dia atas dasar-dasar
kehidupan bermasyarakat, mereka yang berpendapat kemasyarakatan berpendapat
15Wan Mohammad Nor Wan Daud, Filsafat Islam dan Praktek Pendidikan Islam Seyd M.
Naquib a-Attas, (Bandung: Mizan, 2003), Cet. I, h. 163.
18
bahwa pendidikan bertujuan mempersiapkan manusia yang bisa berperan dan bisa
menyesuaikan diri dalam masyarakatnya masing-masing. Berdasarkan hal ini,
tujuan dan target pendidikan dengan sendirinya diambil dari dan diupayakan
untuk memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan dan sejumlah keahlian
yang sudah diterima dan sangat berguna bagi masyarakat. Sementara itu,
pandangan teoritis pendidikan yang berorientasi individual terdiri dari dua aliran.
Aliran pertama berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah
mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal
melalui pencapaian kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan berekonomi.
Aliran kedua lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan dan
keseimbangan jiwa peserta didik. Menurut mereka, meskipun memiliki
persamaan dengan peserta didik yang lain, seorang peserta didik masih tetap
memiliki keunikan dalam pelbagai segi.16
Terlepas dari dua pandangan di atas maka tujuan sebenarnya dari pendidikan
akhlak adalah agar manusia menjadi baik dan terbiasa kepada yang baik tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dan latihan yang
dapat melahirkan tingkah laku sebagai suatu tabiat ialah agar perbuatan yang
timbul dari akhlak baik tadi dirasakan sebagai suatu kenikmatan bagi yang
melakukannya. Menurut Said Agil tujuan pendidikan adalah membentuk
manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga
memiliki ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan
dinamika perkembangan masyarakat.17
Hal senada juga dikemukakan oleh Muhammad Athiyah al-Abrasi, beliau
mengatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk orangorang
yang bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam tingkah laku serta beradab.18
Dengan kata lain maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan
akhlak; pertama, supaya seseorang terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia,
terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela. Kedua supaya
16Wan Mohammad Nor Wan Daud, Filsafat Islam , h. 165.
17Said Agil Husin al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qurani dalam Sistem
Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Cet. II, h. 15.
18Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, terj, Bustami Abdul
Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), Cet. III, h. 103.
19
interaksi manusia dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk lainnya
senantiasa terpelihara dengan baik dan harmonis. Esensinya sudah tentu untuk
memperoleh yang baik, seseorang harus membandingkannya dengan yang buruk
atau membedakan keduanya. Kemudian setelah itu, harus memilih yang baik dan
meninggalkan yang buruk.
Agar seseorang memiliki budi pekerti yang baik, maka upaya yang dilakukan
adalah dengan cara pembiasaan sehari-hari. Dengan upaya seperti ini seseorang
akan nampak dalam perilakunya sikap yang mulia dan timbul atas faktor
kesadaran, bukan karena adanya paksaan dari pihak manapun. Jika dikaitkan
dengan kondisi di Indonesia saat ini, maka akhlak yang baik akan mampu
menciptakan bangsa ini memiliki martabat yang tinggi di mata Indonesia sendiri
maupun tingkat internasional.
E. Metode Pembinaan Akhlak
Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak sama
dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai
pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
pembentukan dan pembinaan akhlak mulia. Ada dua pendapat terkait dengan
masalah pembinaan akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhlak tidak
perlu dibinan. Menurut aliran ini akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibina.
Akhlak adalah gambaran bathin yang tercermin dalam perbuatan. Pendapat kedua
mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan
perjuangan keras serta sungguh-sungguh. Menurut Imam Ghazali seperti dikutip
Fathiyah Hasan berpendapat sekiranya tabiat manusia tidak mungkin dapat
dirubah, tentu nasehat dan bimbingan tidak ada gunanya. Beliau menegaskan
sekiranya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan niscaya fatwa, nasehat dan
pendidikan itu adalah hampa.19
Namun dalam kenyataanya di lapangan banyak usaha yang telah dilakukan
orang dalam membentuk akhlak yang mulia. Lahirnya lembaga-lembaga
pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak akan semakin memperkuat pendapat
19Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali, (Bandung: al-Maarif,
1986), Cet. I, h. 66.
20
bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Karena Islam telah memberikan
perhatian yang besar dalam rangka membentuk akhlak mulia. Akhlak yang mulia
merupakan cermin dari keimanan yang bersih.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, metode diartikan dengan cara yang
teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Adapun metode
pendidikan akhlak adalah:
1. Metode Keteladanan
Yang dimaksud dengan metode keteladanan yaitu suatu metode pendidikan
dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam
ucapan maupun perbuatan.20
Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan
Rasulallah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan
misi dakwahnya. Ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa pendidikan
dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Abdullah Ulwan
misalnya sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa pendidik
akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak
akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak
memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya.21
Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang
ulung. Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai
tokoh identifikasi dalam segala hal.
2. Metode Pembiasaan
Pembiasaan menurut M.D Dahlan seperti dikutip oleh Hery Noer Aly
merupakan proses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan (habit) ialah caracara
bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis (hampir tidak
disadari oleh pelakunya).22
Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan pada tingkah laku,
keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk
20Syahidin, Metode Pendidikan Qurani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: CV Misaka Galiza,
1999), Cet. I, h. 135.
21Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam , h. 178.
22Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam , h. 134.
21
mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai
kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati.
Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia
muda itu sulit untuk dirubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka
diperlukan terapi dan pengendalian diri yang sangat serius untuk dapat
merubahnya.
3. Metode Memberi Nasihat
Abdurrahman al-Nahlawi sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan kebenaran
dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari
bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan
manfaat.23
Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang
luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan
kemaslahatan umat. Di antaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qurani, baik
kisah Nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang
dapat dipetik.
4. Metode Motivasi dan Intimidasi
Metode motivasi dan intimidasi dalam dalam bahasa arab disebut dengan
uslub al-targhib wa al-tarhib atau metode targhib dan tarhib. Targhib berasal
dari kata kerja raggaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai.
Kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib yang mengandung makna
suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang
mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk
memperolehnya.24
Metode ini akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya menggunakan
bahasa yang menarik dan meyakinkan pihak yang mendengar. Oleh hendaknya
pendidik bisa meyakinkan muridnya ketika menggunakan metode ini. Namun
23Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam , h. 190.
24Syahidin, Metode Pendidikan , h. 121.
22
sebaliknya apabila bahasa yang digunakan kurang meyakinkan maka akan
membuat murid tersebut malas memperhatikannya.
Sedangkan tarhib berasal dari rahhaba yang berarti menakut-nakuti atau
mengancam. Menakut-nakuti dan mengancamya sebagai akibat melakukan dosa
atau kesalahan yang dilarang Allah atau akibat lengah dalam menjalankan
kewajiban yang diperintahkan Allah.25
Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang ada dalam psikologi
belajar disebut sebagai law of happines atau prinsip yang mengutamakan suasana
menyenangkan dalam belajar.26 Sedang metode intimidasi dan hukuman baru
digunakan apabila metode-metode lain seperti nasihat, petunjuk dan bimbingan
tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan.
5. Metode Persuasi
Metode persuasi adalah meyakinkan peserta didik tentang sesuatu ajaran
dengan kekutan akal. Penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan
bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya Islam memerintahkan
kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membedakan antara yang
benar dan salah serta atau yang baik dan buruk.27
Penggunaan metode persuasi ini dalam pendidikan Islam menandakan bahwa
pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis kepada peserta didik
agar mereka terhindar dari meniru yang tidak didasarkan pertimbangan rasional
dan pengetahuan.
6. Metode Kisah
Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar
mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut
merupakan kejadian yang baik, maka harus diikutinya, sebaliknya apabila
kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama Islam maka harus
dihindari.
25Syahidin, Metode Pendidikan Qurani , h. 121.
26Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam , h. 197.
27Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam , h. 193.
23
Metode ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil, bahkan sering kali
digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur. Apalagi metode ini
disampaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi daya tarik tersendiri.
Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap murid dalam menerima pesan
yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan bahasa yang
digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih bahasa yang
mudah dipahami oleh setiap anak.
Lebih lanjut an-Nahlawi menegaskan bahwa dampak penting pendidikan
melalui kisah adalah:
Pertama, kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran
pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan
kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti
berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh
dan topik kisah tersebut.
Kedua, interaksi kisah Qurani dan Nabawi dengan diri manusia dalam
keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak
ditonjolkan oleh al-Quran kepada manusia di dunia dan hendak
mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentinganya.
Ketiga, kisah-kisah Qurani mampu membina perasaan ketuhanan melalui
cara-cara berikut: 1) Mempengaruhi emosi , seperti takut, perasaan diawasi,
rela dan lain-lain. 2) Mengarahkan semua emosi tersebut sehingga menyatu
pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita. 3) Mengikutsertakan unsur
psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita
sehingga pembaca, dengan emosinya, hidup bersama tokoh cerita. 4) Kisah
Qurani memiliki keistimewaan karena, melalui topik cerita, kisah dapat
memuaskan pemikiran, seperti pemberian sugesti, keinginan, dan
keantusiasan, perenungan dan pemikiran.28
Selain metode-metode tersebut di atas terdapat metode-metode lainnya antara
lain metode amtsal, metode Ibrah dan Mauizah, metode tajribi (latihan
pengalaman) dan metode hiwar.
28Abdurrahman, An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam
Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), Cet. II, h. 242.
Maszanet.blogspot.com
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM AL-QUR.AN
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13)
No comments:
Post a Comment